Oleh: Marmi Panti Hidayah
Ketika melamar
kerja, kandidat karyawan akan menghadapi sesi wawancara. Ini bagian yang
sangat menentukan, apakah bisa diterima atau tidak setelah mengetahui
standar kualifikasinya. Negosiasi gaji ada pada sesi ini. Apa yang mesti
dilakukan?
“Dalam proses wawancara, perusahaan akan mencari
orang paling tepat atau paling mendekati sesuai ‘kebutuhan’ perusahaan.
Seseorang diterima atau tidak bukan karena bodoh atau tidak bodoh, mampu
atau tidak mampu. Paling utama adalah kandidat tersebut tepat atau
tidak dengan kebutuhan perusahaan,” kata Ami Siamsidar, Konsultan
Psikologi Senior pada Dr Sarlito & Co. Bisa jadi, ada kandidat
sangat cerdas atau memiliki kemampuan lebih, tapi justru tidak diterima
lantaran melebihi kualifikasi perusahaan.
Permintaan besarnya
gaji juga menjadi pertimbangan apakah kandidat ini tepat atau tidak.
“Sebab selain disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan, penerimaan tenaga
kerja juga disesuaikan dengan kemampuan perusahaan,” kata Ami.
Pembicaraan
besaran gaji biasanya dilakukan di akhir wawancara. “Di sini biasanya
perusahaan akan menanyakan gaji yang diminta kandidat. Tapi bisa juga
luput dari pertanyaan. Atau, justru itu trik untuk tidak ditanyakan
akibat saking tertariknya atau sebaliknya, tidak tertarik pada
kandidat,” jelasnya.
Perihal gaji ini, kandidat boleh saja
menanyakan langsung mengenai plafon perusahaan, kira-kira berapa imbalan
yang akan diterimanya jika sudah bekerja. “Dengan bahasa standar,
pertanyaan tersebut bukan sesuatu yang mengejutkan bagi pewawancara.
Jadi wajar saja menanyakan standardisasi gaji perusahaan,” katanya.
Justru
dengan bertanya demikian, kandidat akan mudah mempertimbangkan nilai
gaji yang diinginkan. Idealnya, lanjut Ami, seorang kandidat
(berpengalaman kerja) telah memiliki standardisasi gaji. Semua
dipertimbangkan sesuai kemampuan kerja dan referensi yang dimiliki,
hingga bisa menentukan berapa minimal gaji yang seharusnya didapat.
“Kita
harus punya kisaran gaji kira-kira berapa, dan bermainlah dalam kisaran
tersebut. Jangan berspekulasi dan mencoba-coba menyampaikan permintaan
gaji di atas atau di bawah kisaran,” ujar psikolog yang juga aktivis LSM
ini.
Menurut Ami, menentukan standar gaji bagi diri sendiri
adalah lebih realistis dibanding berspekulasi atau bermain-main dengan
nilai. Ukur besarnya gaji yang diminta sesuai kemampuan kerja. Jangan
sembarang menetapkan nilai, tapi sampaikan berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan pribadi: kemampuan kerja, referensinya
bagaimana, dengan memperbandingkan dari sejumlah informasi. “Itu jauh
lebih mudah diterima,” tandasnya.
Kembali lagi, yang paling aman
adalah menanyakan bujet yang ditawarkan untuk jabatan yang dilamar. “Di
situ kita bisa melihat apakah ancer-ancer yang sudah kita persiapkan
jauh di bawah standar atau di atas standar. Jadi kita bisa tahu
peluangnya,” jelas Ami.
Dalam menyampaikan gaji sesuai keinginan,
kita juga harus mempertimbangkan kebutuhan kita untuk transportasi dan
uang makan. Berapa jumlah yang dibutuhkan di luar gaji pokok?
Untuk
itu, Ami menuturkan, saat ada panggilan wawancara, segera perhitungkan
ongkos transportasi dan makan. Jangan sampai salah hitung hingga
belakangan baru kaget gajinya terlalu kecil, lalu baru sebulan memilih
mundur.
“Itu tidak fair, karena perusahaan mencari tenaga dengan harapan bisa mendapatkan tenaga kerja jangka panjang,” jelasnya.
Selain
besaran gaji, bisa juga ditanya dengan rileks soal tunjangan yang bakal
didapat selama bekerja. Misalkan, tunjangan kesehatan. Untuk permintaan
tunjangan ini, kandidat berpengalaman kerja bisa bercermin dari
perusahaan sebelumnya. Sebaliknya bagi yang belum perpengalaman, bisa
tanya-tanya dulu soal poin-poin tunjangan yang biasanya diberikan
perusahaan tersebut apa saja.
“Jangan dipukul rata semua perusahaan bisa memberikan tunjangan-tunjangan demikian,” katanya.
Terkait
permintaan gaji dan tunjangan ini, Kepala BSI Career Center, Kampus
Bina Sarana Informatika (BSI) Heri Kuswara berpendapat, kandidat belum
berpengalaman sebaiknya tidak menyampaikan nilai gaji yang diminta.
“Fresh
graduate tidak puya nilai jual. Sebesar apapun kompetensinya, tetap
saja belum pernah diimplementasikan di dunia kerja. Belum pernah
diketahui berapa besar kontribusinya di dunia kerja. Jadi jangan sampai
menyampaikan nilai gaji yang dinginkan,” kata Heri Kuswara.
Lalu
bagaimana jika ada pertanyaan berapa gaji yang diminta? “Jawab saja:
Saya yakin perusahaan akan memberikan yang terbaik kepada saya ketika
saya memberikan kontribusi terbaik pada perusahaan,” ujar dosen di BSI
ini.
Tetapi biasanya di sini kandidat terjebak karena dipaksa
menyebutkan nilai gaji. Di sinilah kandidat perlu mengetahui
standardisasi gaji di daerah. Misalnya untuk lulusan SMA di Jabodetabek
Rp 1,3 juta ke atas (sesuai UMP), D-3 Rp 1,5 juta ke atas, dan S-1
adalah Rp 1,8 juta ke atas. “Boleh sebut angka minimum atau lebih
sedikit di atasnya,” kata dosen yang mengelola lembaga persiapan dan
penempatan karier mahasiswa/alumni Kampus BSI.
Kandidat juga
perlu memahami profile company perusahaan, karena ada perusahaan yang
memang memberikan gajitinggi dan ada yang memang standar gajinya kecil.
0 comments:
Post a Comment