Oleh: Marmi Panti Hidayah
Mi instan merupakan
makanan yang paling simpel dikonsumsi. Mudah dan praktis. Namun perlu
diingat bahayanya. Misalnya, endapan zat pewarna yang sangat berbahaya
bagi tubuh.
Ahli gizi Afrinia Ekasari menuturkan, mi instan
terbuat dari bahan dasar tepung, terigu, telur, air dan mineral, serta
dilengkapi bumbu dan minyak sayur. Memang ada kandungan vitamin, tapi
pada faktanya, jauh dari standar untuk memenuhi angka kebutuhan gizi.
Terutama bagi anak-anak.
Ada beberapa kandungan berbahaya pada
mi instan, yakni bahan pengawet dan pewarna yang tidak dapat diurai di
dalam tubuh, sehingga cenderung tidak dapat dikeluarkan. Jadi, apabila
zat-zat tersebut terlalu sering dikonsumsi, dapat mengendap dalam tubuh
dan bersifat karsinogenik atau merusak.
“Karena itu, untuk
memenuhi zat gizi, sebaiknya mi instan ditambahkan sayuran dan protein
hewani seperti telur, ayam, udang,” ujar wanita yang lama berkarir di
perusahaan makanan tersebut. Afrinia menyarankan jangan terlalu sering
mengonsumsi mi instan.
Sementara Andi Imam Arundhana, ahli gizi
dari Universitas Hasanuddin menguraikan bahwa dalam prinsip-prinsip
makanan seimbang, apa yang dikonsumsi harus beraneka ragam, memiliki
kandungan gizi. “Tidak hanya mengandung karbohidrat, tapi juga lemak,
protein dan vitamin. Tidak cukup dengan kenyang saja,” ujarnya.
Sebagai
gambaran, lanjut Andi, saat sarapan, seseorang membutuhkan sekitar
15-25 persen dari kebutuhan zat gizinya. Sementara kandungan mi instan
baru memenuhi sekitar 16 persen kebutuhan karbohidrat dan lemak
seseorang (kebutuhan 2.000 kkal).
Terkait dengan bahan pengawet,
Andi mengungkapkan, kendati bisa hilang, memang sangat sulit. “Melalui
sistem sekresi manusia, setidaknya sekitar empat hari kemudian,”
ujarnya.
Karena itulah, dia mengatakan, kalaupun terpaksa harus
mengonsumsi mi instan, durasi paling banyak 4-5 hari sekali. “Misalkan
hari ini kita sudah konsumsi mi instan, empat hari sampai lima hari
kemudian baru bisa konsumsi lagi,” jelasnya.
Andi dan Afrinia
sependapat bahwa cara memasaknya harus diperhatikan, selain menambah
bahan makanan lain saat mengonsumsi mi instan, demi kesehatan. Keduanya
menyarankan agar ketika memasak mi instan, air rebusan pertamanya
dibuang. Hal itu perlu dilakukan untuk membuang pengawetnya.
“Barulah mi instan dimasukkan ke dalam air mendidih yang baru, sehingga kadar pengawetnya keluar,” jelas Andi.
Cara
lainnya yang bisa ditempuh adalah tidak menggunakan bumbu bawaan dari
mi. “Kita bisa mengolah bumbunya sendiri seperti saat memasak,” kata
Andi. Atau, minimal kurangi penggunaan bumbu mi instan. Ini untuk
meminimalisasi masuknya pengawet ke dalam tubuh kita.
“Jika
sudah terasa cukup, buang saja sisa bumbunya. Bila ingin lebih asin, ada
baiknya ganti dengan menambahkan garam,” katanya. “Berbagai cara tadi
bisa ditempuh, bila memang kita tidak bisa menghindari konsumsi mi
instan.”
Bagian lain yang perlu diperhatikan, yaitu ketika
membeli. Kata Afrinia Ekasari, selain melihat tanggal kedaluwarsa,
komposisi, logo halal, pastikan juga kemasan tidak cacat atau robek.
Sebab dalam kondisi cacat atau robek, berbagai macam serangga dapat
mengontaminasi mi instan tersebut.
0 comments:
Post a Comment